Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberikan perawatan langsung kepada anggota dalam setiap kondisi, baik sehat maupun sakit. Pada umumnya, keluarga baru meminta bantuan tenaga kesehatan ketika sudah tidak mampu lagi memberikan perawatan secara mandiri.
Dalam proses perawatan, komunikasi nonverbal memegang peranan penting. Komunikasi ini sering diartikan sebagai bahasa tubuh, yang mencakup ekspresi wajah, sentuhan, isyarat, maupun gerakan tubuh. Dibandingkan komunikasi verbal, komunikasi nonverbal lebih banyak mencerminkan perasaan yang sesungguhnya. Oleh karena itu, setiap individu perlu menyadari bahasa tubuhnya sendiri sekaligus mampu membaca dan menanggapi bahasa tubuh orang lain.
Sebagai upaya peningkatan kapasitas, Dinas Kesehatan P2KB Kabupaten Lumajang menyelenggarakan kegiatan Orientasi Komunikasi Efektif pada Keluarga Pasien Gangguan Jiwa Berat (4/9). Narasumber dari PPPKMI (Perkumpulan Promotor dan Pendidik Kesehatan Masyarakat Indonesia) menyampaikan bahwa komunikasi efektif harus bersifat dua arah serta mengandung unsur afirmasi dan refleksi.
Orientasi komunikasi terapeutik ini menekankan pentingnya membangun hubungan saling percaya (trust), memberikan informasi yang jelas dan mudah dipahami keluarga, serta membantu keluarga mengatasi kecemasan dan beradaptasi dengan kondisi kesehatan yang dihadapi. Fase orientasi dalam komunikasi meliputi perkenalan, membangun rasa percaya, serta menetapkan kontrak komunikasi. Selanjutnya, dilaksanakan fase kerja untuk penyampaian informasi, dan diakhiri dengan fase terminasi berupa evaluasi sekaligus perumusan ringkasan hasil percakapan.